Ilmu atau pengetahuan menurut filsafat adat Minangkabau adalah “kayakinan bapandirian, jadi katatapan dalam hati dan punyo alasan dalam pikiran” (Madjo-Indo, 1999:80). Artinya, suatu pengetahuan dalam filsafat adat Minangkabau adalah penyatuan antara logika dengan keyakinan. Apabila alam pikiran sudah dijiwai dan diyakini sebagai suatu kebenaran, maka inilah yang disebut dengan “bapandirian’, suatu hasil pemikiran yang kukuh dan teguh pada prinsip-prinsipkebenaran. Ungkapan “jadi katatapan dalam hati mengandung arti bahwa suatu hasil pengetahuan apabila akan dipraktekkan, maka harus ada orientasi pada kebenaran, yaitu kebenaran pengetahuan yang bertujuan terciptanya harmoni dalam masyarakat dan sebaliknya tidak bertujuan terciptanya dehumanisasi. Hal ini menunjukkan bahwa epistemologi Minangkabau bersandar pada nilai-nilai moral (ethic). Ungkapan “punyo alasan dalam pikiran”, mengandung makna bahwa suatu pengetahuan memiliki argumentasi dan analisis terhadap sanggahan dan pendapat orang lain dalam bentuk perpaduan antara raso dan pareso, bukan berdasarkan rasionalitas semata, sehingga kekuatan hasil suatu pengetahuan dalam filsadat adat Minangkabau tidak terletak pada aspek pareso (akal dan empirik), tetapi juga memiiki dimsnei raso (hati).
Uraian di atas menyimpulkan bahwa pengetahuan dalam filsafat adat Minangkabau bersumber dasi raso pereso.Raso itu domainnya adalah hati yang berdimensi sangat luas. Sedangkan pareso itu domainnya adalah logika dan pengamatan indrawi yang memiliki limit atau batasan. Hal ini berbeda dengan konsep epistomologi Barat yang lebih mengutamakan rasionalitas. Raso dan pareso sebagai sumber pengetahuan dalam filsafat adat Minangkabau tidak dapat dipisahkan satu sama lain, keduanya berjalan secara seimbang. Dalam mengambil suatu keputusan berlaku hukum atau kaedah “raso dibawo naiak, pareso dibawo turun”.Inilah hubungan timbal balik di antara keduanya.
Pengetahuan dalam filsafat adat Minangkabau tidak hanya berada pada dimensi logic dan empiris (pareso) semata, tetapi juga berada dalam dimensi hati (raso) karena menyangkut dengan pendirian, prinsip dan keyakinan (pemahaman).Kemampuan untuk mengelola dan mensinergikan daya pikiran dan pengamatan indrawi (pareso) dengan kekuatan hati (raso) dalam menangkap dan memaknai suatu objek, merupakan suatu bentuk pemahaman orang Minangkabau tentang hakikat pengetahuan.
Kumpulan kato pusako yang disusun oleh A. B. Dr. Madjo (1999: 80-81) menjelaskan klasifikasi pengetahuan dalam filsafat adat Minangkabau berdasarkan cara memperoleh pengetahuan menjadi empat macam, Pertama, Ilmu pitunjuak (pengetahuan dialogis). Ilmu pitunjuak merupakan pengetahuan yang diperoleh melalui diskusi dan dialog.Suatu Ilmu pitunjuak dalam pelaksanaannya, dimungkinkan melalui adanya hukum sebab-akibat yang dalam filsafat adat Minangkabau disebut sebagai basabab-bakurano.Bentuk dialektika dalam filsafat adat Minangkabau tercermin pada praktek musyawarah (istilah bahasa Minang “duduak-duduak”) dalam memperbincangkan sesuatu yang dipandu oleh seseorang yang dituakan untuk mengambil suatu keputusan.Oleh karena itu, kebenaran Ilmu pitunjuak didasarkan pada suatu konsensus.Kedua, Ilmu najwa (pengetahuan indokratis). Ilmu najwa atau disebut juga dengan Ilmu bakahandak (sesuai dengan keinginan murid) merupakan sesuatu yang diterima apa adanya dalam arti indoktrinasi, seperti ketentuan yang terdapat dalam pengetahuan adat nan teradat (adat nan babuhua mati). Misalnya, ketentuan pusako turun ka kamanakan (pewarisan harta pusaka diturunkan kepada keponakan atau anak dari saudara perempuan) dan sistem matrilineal.Semua ketentuan dalam pengetahuan ini bersifat indoktrinasi sehingga diterima dan dilestarikan secara terus-menerus. Pengetahuan adat nan babuhua mati dalam filsafat adat Minangkabau disandarkan pada ketentuan syara’ yang bersifat pasti. Sedangkan adat nan babuhua sentak bersifat fleksibel, dapat diuraikan dan dijabarkan lebih lanjut karena sifatnya yang mengikuti perkembangan zaman. Ketiga, Ilmu rasik (pengetahuan hati).Ilmu rasik adalah pengetahuan tentang suatu yang dilimpahkan Tuhan kepada hati manusia.Pengetahuan yang dihasilkan melalui Ilmu rasik ini berupa pengetahuan intuitif yang bersumber dari hati dan mendapatkan pencerahan dari tuntutan Tuhan (wahyu). Keempat, Ilmu takwa yaitu pengetahuan yang bersumber dari pareso (periksa) berupa hasil analisa akal maupun pengamatan empiris tentang suatu realitas kejadian yang akan datang (prediksi), seperti ungkapan pepatah berikut ini:
“Gabak di hulu tanda ka hujan
cewang di langik tando ka paneh”
Projects :
- Software Analisa Data : Nvivo
- File Type : PNG
- Environtment : Github
- Resource : https://github.com/whitecyber-faris/project-tesis-nvivo2
Hasilnya adalah sebagai berikut :